Buku Putih SyaikhMuhammad Bin AbdulWahab (2)

Diambil dari Kitab
Tashhihul Mafahimil
Khoti’ati
Karya: Syaikh DR.
Shalih bin Abdul Aziz
As-Sindy
( Dosen Aqidah
Universitas Islam
Madinah )
Diterjemahkan oleh:
Nur Kholis Kurdian,
Lc.
(Dosen Sekolah
Tinggi Dirasat
Islamiyah Imam
Syafii, Jember, Jawa
Timur)
Dikoreksi ulang oleh:
Abdullah Zaen, Lc. &
Muhammad Yasir, Lc.
Poin Keempat:
Tentang Pengkafiran
Di antara tuduhan
terbesar yang
tersebar adalah:
bahwa Syaikh
Muhammad bin Abdul
Wahab beserta
pengikutnya
mengkafirkan kaum
muslimin, dan
meyakini bahwa
nikah dengan
mereka hukumnya
tidak sah, kecuali
jika menikah dengan
orang yang sepaham
dengannya atau
orang yang hijrah
kepadanya.
Beliau telah
membantah tuduhan
ini di berbagai
bukunya, antara lain
ucapannya,
“Tuduhan bahwa
aku telah
mengkafirkan kaum
muslimin adalah
dusta besar yang
diada-adakan orang
yang memusuhiku;
untuk menghalang-
halangi orang dari
agama ini. Maka aku
katakan, “Maha suci
Engkau (wahai
Rabbku), ini adalah
kedustaan yang
besar.” (Kitab ad-
Durar as-Saniyyah,
I/100).
“Bermacam-macam
tuduhan telah
dilontarkan kepada
kami, fitnah pun
makin menjadi-jadi,
mereka
mengerahkan
pasukan berkuda
dan pasukan
berjalan kaki dari
kalangan iblis untuk
menyerang kami.
Dan di antara
kebohongan yang
mereka sebarkan,
adalah tuduhan
bahwa aku
mengkafirkan
seluruh kaum
muslimin kecuali
pengikutku, dan
nikah dengan
mereka hukumnya
tidak sah. Untuk
menukil tuduhan
tersebut saja orang
yang berakal merasa
malu, apalagi untuk
mempercayainya.
Bagaimana mungkin
orang yang berakal
memiliki keyakinan
seperti itu? Apakah
mungkin seorang
muslim meyakini
keyakinan
demikian?. Aku
berlepas diri dari
tuduhan itu. Tuduhan
itu tidaklah
dilontarkan
melainkan dari orang
yang tidak waras
dan linglung. Semoga
Allah ta’ala
memerangi orang-
orang yang
bermaksud
jelek.” (Kitab ad-
Durar as-Saniyyah,
I/80).
“Yang aku kafirkan
adalah orang yang
telah mengerti
ajaran Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wa sallam, lalu dia
menghinanya,
menghalangi
manusia darinya,
serta memusuhi
penganutnya. Inilah
yang aku kafirkan,
dan alhamdulillah
kebanyakan umat ini
tidaklah demikian
keadaannya.” (Kitab
ad-Durar as-
Saniyyah, I/73).
Poin Kelima: Tentang
Pemikiran Khawarij
Sebagaian orang
menuduh Syaikh
Muhammad bin Abdul
Wahab berpemikiran
Khawarij, yaitu
mengkafirkan orang
yang berbuat
maksiat.
Beliau menjawab,
“Aku tidak akan
mengatakan tentang
seorang pun dari
kaum muslimin
bahwa dia pasti
masuk surga atau
neraka, kecuali
orang yang telah
dipersaksikan
demikian oleh
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Aku berharap
semoga orang yang
baik masuk surga,
dan aku
mengkhawatirkan
orang yang berbuat
jelek akan masuk
neraka. Aku tidak
mengkafirkan
seorang pun dari
kaum muslimin,
serta
mengeluarkannya
dari agama ini, hanya
karena dia
terjerumus ke suatu
perbuatan
dosa.” (Kitab ad-
Durar as-Saniyyah,
I/32).
Poin Keenam:
Tentang Menyifati
Allah Ta’ala Dengan
Sifat Tubuh, Seperti
Tubuhnya Makhluk
Di antara isu-isu
yang tersebar di
publik, bahwasanya
Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahab
mensifati Allah
ta’ala dengan sifat
tubuh, yakni
menyamakan sifat-
sifat Allah dengan
sifat-sifat makhluk-
Nya.
Beliau telah
menjelaskan
keyakinannya dalam
masalah ini, dan
kenyataannya beliau
amat jauh dari
keyakinan batil di
atas. Beliau berkata,
“Termasuk bagian
dari keimanan
kepada Allah ta’ala
adalah: mengimani
sifat-sifat-Nya yang
telah disebutkan
dalam Kitab dan
Sunnah, tanpa
mengotori keimanan
tersebut dengan
tahrif (merubah lafaz
maupun makna) dan
ta’thil
(pengingkaran
secara total maupun
parsial). Aku
meyakini bahwa
tidak ada sesuatu
pun yang serupa
dengan Allah
subhanahu wa
ta’ala, dan Dialah
Yang Maha
Mendengar lagi Maha
Melihat. Aku tidak
mengingkari sifat-
sifat Allah yang
disebutkan di dalam
al-Qur’an maupun
Sunnah. Aku juga
tidak
menyelewengkan
makna sifat-sifat
tersebut, atau
berupaya untuk
mereka-reka
keadaan serta
bentuk yang hakiki
dari sifat-sifat itu.
Aku tidak
menyerupakan sifat-
sifat Allah ta’ala
dengan sifat-sifat
makhluk-Nya;
karena tidak ada
yang serupa dengan-
Nya, tidak ada
sekutu bagi-Nya dan
Dia tidak
dianalogikan dengan
para makhluk-Nya.
Sesungguhnya Allah
ta’ala Maha
Mengetahui Dzat-
Nya serta makhluk-
Nya juga Maha benar
firman-Nya. Allah
telah berlepas diri
dari keyakinan-
keyakinan golongan
takyif (yang
berupaya untuk
mereka-reka
keadaan serta
bentuk yang hakiki
dari sifat-sifat Allah),
maupun golongan
tamtsil (yang
menyerupakan sifat-
sifat Allah dengan
sifat-sifat makhluk-
Nya). Juga Allah
telah berlepas diri
dari keyakinan-
keyakinan golongan
tahrif (yang merubah
lafazh maupun
makna sifat-sifat-
Nya) maupun
golongan ta’thil
(yang mengingkari
sifat-sifat-Nya
secara total maupun
parsial). Allah ta’ala
berfirman,
َناَحْبُس َكِّبَر
ِّبَر ِةَّزِعْلا
اَّمَع َنوُفِصَي.
ٌمالَسَو ىَلَع
َنيِلَسْرُمْلا.
ُدْمَحْلاَو ِهَّلِل
ِّبَر َنيِمَلاَعْلا
)تافاصلا:180-182 )
“Maha suci Rabb-
mu yang mempunyai
keperkasaan dari
apa yang mereka
katakan. Dan
kesejahteraan
dilimpahkan atas
para rasul. Dan
segala puji bagi Allah
Rabb sekalian
alam”. (QS.Ash-
Shafat:
180-182).” (Kitab
ad-Durar as-
Saniyyah, I/29).
“Sebagaimana telah
maklum bahwa
ta’thil
(pengingkaran sifat-
sifat Allah secara
total maupun parsial)
adalah lawan dari
tajsim (menyifati
Allah ta’ala dengan
sifat jasmani seperti
jasmani makhluk).
Dua keyakinan ini
saling bermusuhan.
Dan keyakinan yang
benar adalah sikap
yang tengah di
antara keduanya
(yaitu: meyakini
sifat-sifat Allah
tanpa
menyerupakannya
dengan sifat-sifat
makhluk-
Nya).” (Kitab ad-
Durar as-Saniyyah,
III/11).
Poin Ketujuh:
Tentang Menyelisihi
Pendapat Para Ulama
Sebagian orang
mengatakan Syaikh
Muhammad bin Abdul
Wahhab dalam
dakwahnya telah
menyelisihi para
ulama, tidak
menghiraukan
perkataan mereka,
tidak pula merujuk
kepada kitab-kitab
mereka. Bahkan
beliau dituduh telah
menciptakan ajaran
baru dan membawa
pemahaman
madzhab yang
kelima.
Sebaik-baik
bantahan atas
tuduhan ini adalah
pengakuan beliau
sendiri, “Aku adalah
orang yang bertaqlid
kepada Kitab dan
Sunnah, serta para
salafus salih. Aku
juga bergantung
dengan perkataan
para imam madzhab
yang empat; Imam
Abu Hanifah al-
Nu’man bin Tsabit,
Imam Malik bin Anas,
Imam Muhammad
bin Idris asy-Syafi’i
dan Imam Ahmad bin
Hanbal. Semoga Allah
merahmati mereka
semua.” (Kitab
Muallafat Syaikh
Muhammad bin Abdul
Wahab: V/97).
“Seandainya kalian
mendapatkan
fatwaku menyelisihi
ijma’ para ulama,
maka tunjukkan
padaku.” (Kitab ad-
Durar as-Saniyyah:
I/53)
“Jika kalian
mengira bahwa para
ulama telah
menyelisihi apa yang
aku ajarkan,
sesungguhnya di
hadapan kalian ada
kitab-kitab mereka,
(bacalah dengan
seksama dan
bandingkan dengan
apa yang
kuajarkan).” (Kitab
ad-Durar as-
Saniyyah: II/58).
“Aku selalu
membandingkan
perkataan orang
yang bermadzhab
Hanafi, Maliki,
Syafi’i maupun
Hambali dengan
perkataan ulama
yang mu’tamad
(terpercaya) dalam
madzhab
tersebut.” (Kitab
ad-Durar as-
Saniyyah: I/82).
“Walhasil yang aku
ingkari adalah
pengkultusan
terhadap selain Allah
ta’ala. Maka jika
ajaranku bersumber
dari pendapatku
sendiri, atau dari
buku yang tidak
tepercaya, atau
semata-mata dari
hasil taqlidku kepada
para ulama
mazhabku (mazhab
Hambali); maka
buanglah jauh-jauh
ajaranku. Namun jika
ajaranku bersumber
dari Kitab dan
Sunnah serta Ijma’
para ulama dari
berbagai mazhab;
maka tidak layak
bagi orang yang
beriman terhadap
Allah ta’ala dan hari
akhir, untuk
menolaknya; hanya
gara-gara
kebanyakan orang di
zamannya, atau di
negerinya
menyelisihi ajaran
tersebut.” (Kitab
ad-Durar as-Saniyah:
I/76).
Penutup
Di penghujung tulisan
ini, kami akan
mempersembahkan
nasihat yang
disampaikan oleh
Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahab:
Nasehat pertama
adalah untuk orang-
orang yang
memusuhi dakwah
ini dan para
pengikutnya, yang
senantiasa berusaha
untuk
menghalanginya,
serta melontarkan
berbagai macam
tuduhan batil
kepadanya.
Beliau berkata, “Aku
ingatkan orang-
orang yang
menyelisihiku:
Seluruh manusia
berkewajiban untuk
mengikuti apa yang
telah diwasiatkan
oleh Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wa sallam kepada
umatnya. Bukankah
kitab-kitab agama
ada pada kalian?
Bacalah! Janganlah
kalian mengambil
sedikitpun dari
perkataanku! Namun
jika kalian
mendapatkan
hadits-hadits
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam di
dalam kitab-kitab
tersebut, maka
amalkanlah!
Meskipun
kebanyakan manusia
tidak
mengamalkannya…
Jangan kalian
menaatiku! Namun
taatilah perintah
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
yang telah
disebutkan di dalam
kitab-kitab kalian…
Ketahuilah bahwa
tidak ada yang bisa
menyelamatkan
kalian melainkan
hanya berpegang
teguh kepada
tuntunan Rasulullah
shallallahu ‘alaihi
wa sallam. Hidup di
dunia ini hanyalah
sementara. Tidak
pantas bagi orang
yang berakal untuk
melupakan surga
dan neraka.” (Kitab
ad-Durar as-
Saniyyah: I/89-90).
“Aku mengajak
orang-orang yang
menyelisihiku untuk
berpegang dengan
empat perkara:
Kitabullah, Sunnah
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
dan ijma’ para
ulama. Jika kalian
tetap keras kepala,
maka aku mengajak
kalian untuk
mubahalah (masing-
masing pihak di
antara orang-orang
yang berbeda
pendapat berdoa
kepada Allah ta’ala
dengan sungguh-
sungguh, agar Allah
ta’ala menjatuhkan
laknat kepada pihak
yang salah).” (Kitab
ad-Durar as-
Saniyyah: I/55).
Nasehat kedua
adalah bagi orang
yang sedang merasa
bingung, tidak
mengerti mana yang
benar dan mana
yang salah dalam
perkara ini.
Syaikh berkata,
“Mohonlah
(petunjuk) dengan
sungguh-sungguh
kepada Allah ta’ala,
dengan
merendahkan diri
kepada-Nya,
terutama pada
waktu-waktu yang
mustajab; di
antaranya pada
waktu sepertiga
malam yang
terakhir, di akhir
shalat, dan antara
azan dengan iqamat.
Bacalah doa yang
diajarkan oleh
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
terutama yang
tertera dalam hadits
shahih. Seperti doa
yang senantiasa
beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam
baca,
مهللا بر ليئاربج
ليئاكيمو ليفارسإو,
رطاف تاوامسلا ضرألاو,
ملاع بيغلا ةداهشلاو,
تنأ مكحت نيب كدابع
اميف اوناك هيف
نوفلتخي, يندها امل
فلتخا هيف نم قحلا
كنذإب, كنإ يدهت نم
ءاشت ىلإ طارص ميقتسم .
“Wahai Rabb Jibril,
Mikail dan Israfil,
Pencipta langit dan
bumi, Maha
Mengetahui yang
ghaib dan yang
nampak. Engkaulah
yang memutuskan
perselisihan di
antara hamba-
hamba-Mu. Dengan
izin-Mu,
tunjukkanlah
kepadaku kebenaran
yang mereka
perselisihkan.
Sesungguhnya
Engkaulah yang
menunjuki orang
yang Engkau
kehendaki kepada
jalan yang lurus.”
Hendaknya engkau
sering memanjatkan
doa tersebut,
kehadirat Dzat yang
mengabulkan doa
orang yang sedang
tertimpa kesusahan.
Dialah Yang
menunjukkan Nabi
Ibrahim ‘alaihis
salam kepada
kebenaran,
meskipun
menyelisihi seluruh
manusia pada
zamannya. Ucapkan
pula, “Wahai Dzat
yang mengajari Nabi
Ibrahim, ajarilah
aku.”
Dan jika kamu
merasa berat (ketika
akan mengamalkan
kebenaran) gara-
gara menyelisihi
masyarakatmu,
maka renungkanlah
firman Allah ta’ala,
َّمُث َكاَنْلَعَج
ىَلَع ٍةَعيِرَش َنِم
ِرْمَأْلا
اَهْعِبَّتاَف الَو
ْعِبَّتَت َءاَوْهَأ
َنيِذَّلا ال
َنوُمَلْعَي.
ْمُهَّنِإ ْنَل
اوُنْغُي َكْنَع َنِم
ِهَّللا ًائْيَش
َّنِإَو
َنيِمِلاَّظلا
ْمُهُضْعَب
ُءاَيِلْوَأ ٍضْعَب
ُهَّللاَو ُّيِلَو
َنيِقَّتُمْلا
)ةيـثاجلا: 18-19 ).
“Kemudian Kami
jadikan kamu berada
di atas suatu syariat
(peraturan) dari
urusan (agama) itu,
maka ikutilah syariat
itu dan janganlah
kamu ikuti hawa
nafsu orang-orang
yang tidak
mengetahui.
Sesungguhnya
mereka sama sekali
tidak akan dapat
melindungimu dari
(siksaan) Allah. Dan
sesungguhnya
orang-orang dzalim
itu sebagian mereka
menjadi penolong
bagi yang lain, dan
Allah adalah
pelindung orang-
orang yang
bertakwa.” (QS. Al-
Jatsiyah: 18-19).
Juga firman Allah
ta’ala,
ْنِإَو ْعِطُت
َرَثْكَأ ْنَم يِف
ِضْرَأْلا َكوُّلِضُي
ْنَع ِليِبَس ِهَّللا
)ماعنألا:116 )
“Dan jika kamu
menuruti
kebanyakan orang-
orang di muka bumi
ini, niscaya mereka
akan
menyesatkanmu dari
jalan Allah.” (QS. Al-
An’am: 116)
Renungkanlah sabda
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam,
“Islam pertama kali
datang dianggap
asing, dan (di akhir
zaman) akan kembali
dianggap asing.”
Juga sabda beliau
shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
“Sesungguhnya
Allah ta’ala tidak
mencabut ilmu dari
muka bumi ini
dengan begitu saja,
akan tetapi
mencabutnya
dengan
meninggalnya para
ulama. Jika tiada lagi
ulama di muka bumi,
maka manusia akan
menjadikan orang-
orang bodoh sebagai
pemuka agama;
sehingga mereka
sendiri sesat dan
menyesatkan.”
Begitu pula sabda
beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam,
“Ikutilah sunnahku
dan sunnah
Khulafaur Rasidin
sesudahku (Abu
Bakar ash-Shiddiq,
Umar bin Khathab,
Utsman bin ‘Affan
dan Ali bin Abi
Thalib).”
Dan sabda beliau
shallallahu ‘alaihi
wa sallam, “Dan
jauhilah hal-hal baru
dalam agama
(bid’ah), karena
semua bid’ah
dalam agama adalah
sesat.” (Kitab ad-
Durar as-Saniyyah:
I/42-43).
“Dan jika telah jelas
bagimu bahwa inilah
kebenaran, yang
tidak ada keraguan
lagi di dalamnya,
maka wajib bagimu
untuk
menyampaikan
kebenaran itu
kepada umat
manusia dan
mengajarkannya
kepada kaum
muslimin dan
muslimat.
Semoga Allah ta’ala
merahmati orang
yang menunaikan
kewajibannya,
bertaubat kepada-
Nya, dan mengakui
kesalahannya.
Ketahuilah bahwa
orang yang
bertaubat dari suatu
kesalahan, bagaikan
orang yang tidak
memiliki dosa.
Semoga Allah ta’ala
menunjukkan
kepada kami, kalian
dan seluruh saudara-
saudara kita jalan
yang dicintai dan
diridhai-Nya.
Wassalam.” (Kitab
ad-Durar as-
Saniyyah: II/43).
Shalawat, salam
serta barakah Allah
semoga tetap
tercurahkan kepada
hamba dan Rasul-
Nya, Nabi kita dan
kekasih kita
Muhammad
shallallahu ‘alaihi
wa sallam, beserta
seluruh keluarga dan
para sahabatnya.
***
Artikel
www.muslim.or.id

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H

BELAJAR EKG MUDAH