Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2009

Fiqih Qurban 2

Hewan yang Disukai dan Lebih Utama untuk Diqurbankan Hendaknya hewan yang diqurbankan adalah hewan yang gemuk dan sempurna. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala yang artinya, “…barangsiapa yang mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah maka sesungguhnya itu adalah berasal dari ketakwaan hati.” (QS. Al Hajj: 32). Berdasarkan ayat ini Imam Syafi’i rahimahullah menyatakan bahwa orang yang berqurban disunnahkan untuk memilih hewan qurban yang besar dan gemuk. Abu Umamah bin Sahl mengatakan, “Dahulu kami di Madinah biasa memilih hewan yang gemuk dalam berqurban. Dan memang kebiasaan kaum muslimin ketika itu adalah berqurban dengan hewan yang gemuk- gemuk.” (HR. Bukhari secara mu’allaq namun secara tegas dan dimaushulkan oleh Abu Nu’aim dalam Al Mustakhraj, sanadnya hasan) Diantara ketiga jenis hewan qurban maka menurut mayoritas ulama yang paling utama adalah berqurban dengan onta, kemudian sapi kemudian kambing, jika biaya pengadaan masing-masing ditanggung satu orang (bukan urunan). Dalilnya adalah

Fiqih Qurban 1

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman yang artinya, Maka shalatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan.” (QS. Al Kautsar: 2). Syaikh Abdullah Alu Bassaam mengatakan, “Sebagian ulama ahli tafsir mengatakan; Yang dimaksud dengan menyembelih hewan adalah menyembelih hewan qurban setelah shalat Ied.” Pendapat ini dinukilkan dari Qatadah, Atha’ dan Ikrimah (Taisirul ‘Allaam, 534 Taudhihul Ahkaam, IV/450. Lihat juga Shahih Fiqih Sunnah II/366). Dalam istilah ilmu fiqih hewan qurban biasa disebut dengan nama Al Udh- hiyah yang bentuk jamaknya Al Adhaahi (dengan huruf ha’ tipis) Pengertian Udh- hiyah Udh-hiyah adalah hewan ternak yang disembelih pada hari Iedul Adha dan hari Tasyriq dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah karena datangnya hari raya tersebut (lihat Al Wajiz, 405 dan Shahih Fiqih Sunnah II/366) Keutamaan Qurban Menyembelih qurban termasuk amal salih yang paling utama. Ibunda ‘Aisyah radhiyallahu’anha menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidaklah anak

Apa itu Wahabi ? (2)

Pokok-Pokok Landasan Dakwah yang Dicap Sebagai Wahabi Pokok landasan dakwah yang utama sekali beliau tegakkan adalah pemurnian ajaran tauhid dari berbagai campuran syirik dan bid’ah, terutama dalam mengkultuskan para wali, dan kuburan mereka, hal ini akan nampak jelas bagi orang yang membaca kitab- kitab beliau, begitu pula surat-surat beliau (lihat kumpulan surat- surat pribadi beliau dalam kita Majmu’ Muallafaat Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, jilid 3). Dalam sebuah surat beliau kepada penduduk Qashim, beliau paparkan aqidah beliau dengan jelas dan gamblang, ringkasannya sebagaimana berikut: “Saya bersaksi kepada Allah dan kepada para malaikat yang hadir di sampingku serta kepada anda semua: Saya bersaksi bahwa saya berkeyakinan sesuai dengan keyakinan golongan yang selamat yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah, dari beriman kepada Allah dan kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, kepada hari berbangkit setelah mati, kepada takdir baik dan buruk. Termasuk dalam beriman k

apa itu wahabi (1)

نمحرلا ميحرلا نإ دمحلا هلل هدمحن هنيعتسنو هرفغتسنو ذوعنو هللاب نم رورش انسفنأ نمو تائيس انلامعأ، نم هدهي هللا الف لضم هل نمو للضي الف يداه هل، دهشأو نأ ال هلإ الإ هللا هدحو ال كيرش هل، دهشأو نأ ًادمحم هدبع هلوسرو، ىلص هللا هيلع ىلعو هلآ هبحصو نمو مهعبت ٍناسحإب ىلإ موي نيدلا . اَي اَهُّيَأ َنيِذَّلا ْاوُنَمآ ْاوُقَّتا َهّللا َّقَح ِهِتاَقُت َالَو َّنُتوُمَت َّالِإ مُتنَأَو َنوُمِلْسُّم اَي اَهُّيَأ ُساَّنلا ْاوُقَّتا ُمُكَّبَر يِذَّلا مُكَقَلَخ نِّم ٍسْفَّن ٍةَدِحاَو َقَلَخَو اَهْنِم اَهَجْوَز َّثَبَو اَمُهْنِم ًالاَجِر ًاريِثَك ءاَسِنَو ْاوُقَّتاَو َهّللا يِذَّلا َنوُلءاَسَت ِهِب َماَحْرَألاَو َّنِإ َهّللا َناَك ْمُكْيَلَع اًبيِقَر اَي اَهُّيَأ َنيِذَّلا اوُنَمآ اوُقَّتا َهَّللا اوُلوُقَو اًلْوَق اًديِدَس . ْحِلْصُي ْمُكَل ْمُكَلاَمْعَأ ْرِفْغَيَو ْمُكَل ْمُكَبوُنُذ نَمَو ْعِطُي َهَّللا ُهَلوُسَرَو ْدَقَف َزاَف اًزْوَف اًميِظَع نإف َقدصأ ثيدحلا باتك هللا َريخو يدهلا ُيده دمحم ىلص هللا هيلع ملسو َّرشو رومألا اهتاثدحم َّلكو ةثدحم ةعدب َّلكو ةعدب ةلالض َّلكو ةلالض يف رانلا، امأ دعب ؛ Pert

Buku Putih SyaikhMuhammad Bin AbdulWahab (2)

Diambil dari Kitab Tashhihul Mafahimil Khoti’ati Karya: Syaikh DR. Shalih bin Abdul Aziz As-Sindy ( Dosen Aqidah Universitas Islam Madinah ) Diterjemahkan oleh: Nur Kholis Kurdian, Lc. (Dosen Sekolah Tinggi Dirasat Islamiyah Imam Syafii, Jember, Jawa Timur) Dikoreksi ulang oleh: Abdullah Zaen, Lc. & Muhammad Yasir, Lc. Poin Keempat: Tentang Pengkafiran Di antara tuduhan terbesar yang tersebar adalah: bahwa Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab beserta pengikutnya mengkafirkan kaum muslimin, dan meyakini bahwa nikah dengan mereka hukumnya tidak sah, kecuali jika menikah dengan orang yang sepaham dengannya atau orang yang hijrah kepadanya. Beliau telah membantah tuduhan ini di berbagai bukunya, antara lain ucapannya, “Tuduhan bahwa aku telah mengkafirkan kaum muslimin adalah dusta besar yang diada-adakan orang yang memusuhiku; untuk menghalang- halangi orang dari agama ini. Maka aku katakan, “Maha suci Engkau (wahai Rabbku), ini adalah kedustaan yang besar.” (Kitab ad- Durar as-Saniyyah, I