Tersenyum Sejenak Bersama A'rabi (alsofwah.or.id)

Kehidupan pedalaman
berkultur kebersahajaan,
sebersahaja alam
sekelilingnya, bersih
sebersih air yang mengalir
padanya, jernih sejernih
udara yang bertiup sejuk
di angkasanya, mengalir
apa adanya tanpa
rekayasa,
berjalan lurus
tanpa basa-basi,
kehidupan yang pernah
dienyam oleh Rasulullah
saw semasa kecil pada
saat ibunya menitipkan
beliau pada ibu susu
Halimah as-Sa’diyah dari
kabilah Saad bin Bakr,
kehidupan yang juga
pernah dialami oleh Imam
asy-Syafi'i demi
menghindari virus
kehidupan kota dan
menimba kebersahajaan
pedalamam dalam usia
dini.
Kehidupan memberi
pengaruh pada orang
yang menjalaninya, jika
kehidupan pedalaman
adalah demikian maka
demikianlah orang yang
hidup di pedalaman yang
dikenal dengan istilah
a’rabi, seorang a’rabi
dengan cara hidup yang
bersahaja, belum
mengenal tata-cara
kehidupan dengan
sentuhan tatanan
kemajuan, dia berbicara
spontan, lugas, tanpa
tedeng aling-aling dan
sering mengandung
makna yang baik dan
mendalam, bahkan tidak
jarang memicu senyum
orang yang mendengar
dan membacanya, dia
bertingkah polos, bebas
dari unsur mencari muka,
dan sering memberi
pelajaran dan
mengandung sindiran
yang memojokkan,
bahkan tidak jarang
ucapan dan tingkah
seorang a’rabi
mengisyaratkan
kecerdikan dan
pemikirannya yang encer.
Al-Ashma’i berkata, Yusuf
bin Umar gubernur Irak
menugaskan seorang
a’rabi mengurusi sebuah
pekerjaan, beberapa saat
ditemukan indikasi
pengkhianatan dari a’rabi
ini, Yusuf mencopotnya
lalu memanggilnya. Yusuf
bertanya, “Musuh Allah,
kamu makan harta Allah.”
A’rabi menjawab , “Lalu
harta siapa yang aku
makan jika aku tidak
makan harta Allah? Aku
telah merayu Iblis agar
bersedia memberiku
sebagian hartanya, tetapi
dia tidak memberiku
sepeser pun.” Yusuf
tersenyum dan
memaafkannya.
Al-Ashma’i berkata, aku
mendengar seorang a’rabi
berdoa dalam thawaf, “Ya
Allah ampunilah ibuku.”
Dia mengulang-ulangnya.
Aku bertanya kepadanya,
“Apakah kamu tidak
mempunyai bapak?” Dia
menjawab, “Punya.” Aku
bertanya, “Mengapa kamu
tidak menyebut
bapakmu?” Dia
menjawab, “Bapakku laki-
laki kuat, dia bisa berusaha
sendiri, lain dengan ibuku,
dia wanita miskin lagi
lemah.”
Al-Hajjaj menangkap
seorang a’rabi yang
mencuri di Madinah, dia
memerintahkan agar
pencuri itu dicambuk,
setiap kali a’rabi tersebut
dicambuk dia berkata, “Ya
Rabbi, aku bersyukur.”
Sampai al-Hajjaj
mencambuknya tujuh
ratus kali. Setelah itu a’rabi
ini bertemu dengan
Asy’ab. Asy’ab bertanya
kepadanya, “Tahukah
kamu mengapa al-Hajjaj
mencambukmu sampai
tujuh ratus?” A’rabi balik
bertanya, “Mengapa?”
Asy’ab menjawab,
“Karena kamu banyak
bersyukur, Allah
berfirman,
“Sesungguhnya jika kamu
bersyukur, pasti Kami
akan menambah nikmat
kepadamu.” A’rabi
berkata, “Apakah ini ada di
dalam al-Qur`an?” Asy’ab
menjawab, “Ya.” Lalu dia
berkata,
Ya Rabbi tidak ada syukur
maka janganlah Engkau
menambahku
Aku telah bersyukur
dengan buruk maka
maafkanlah aku
Jauhkanlah pahala orang-
orang yang bersyukur
dariku
Khalifah Abbasi al-Mahdi
pergi berburu, dengan
kudanya dia tiba di sebuah
lembah, dia melihat
sebuah tenda milik
seorang a’rabi, dia
singgah padanya, dia
berkata, “Wahai a’rabi, ada
makanan?” A’rabi
menghidangkan biji-bijian
gandum dan al-Mahdi
memakannya, setelah itu
a’rabi menyuguhkan
segelas susu dan al-Mahdi
meminumnya, setelah itu
a’rabi menghidangkan
nabidz –minuman
rendaman buah kurma-
dalam sebuah kantong
kulit dan al-Mahdi
meminumnya.
Setelah minum al-Mahdi
berkata, “Tahukah kamu
siapa aku?” A’rabi
menjawab, “Tidak.” Al-
Mahdi menjawab, “Aku
adalah pelayan khusus
Amirul Mukminin.” A’rabi
berkata, “Semoga Allah
memberkahimu dalam
posisimu.” Kemudian
a’rabi memberi minum al-
Mahdi sekali lagi dan al-
Mahdi meminumnya. Al-
Mahdi berkata, “Tahukah
kamu siapa aku?” A’rabi
menjawab, “Kamu
mengaku sebagai pelayan
khusus Amirul mikminin.”
Al-Mahdi berkata, “Bukan,
aku adalah salah satu
panglima Amirul
Mukminin.” A’rabi berkata,
“Semoga Allah
memberkahimu dalam
posisimu itu.”
Kemudian a’rabi memberi
minum al-Mahdi untuk
yang ketiga kalinya,
setelah itu al-Mahdi
bertanya, “Tahukah kamu
siapa aku?” A’rabi
menjawab, “Kamu
mengaku sebagai
panglima Amirul
Mukminin.” Al-Mahdi
berkata, “Bukan, akulah
Amirul Mukminin.” Lalu
a’rabi tersebut menarik
kantong minuman dan
mengikatnya, dia berkata
kepada al-Mahdi,
“Menjauhlah dariku.” Al-
Mahdi bertanya dengan
heran,” Mengapa?” A’rabi
menjawab, “Kalau aku
memberimu minum
untuk keempat kalinya
niscaya kamu akan
mengaku sebagai
rasulullah.”
Al-Mahdi tertawa dan tidak
lama berselang
sekelompok pasukan
berkuda datang dan hati
a’rabi tersebut terbang
ketakutan. Al-Mahdi
berkata kepadanya, “Tidak
mengapa, jangan takut.”
Lalu al-Mahdi memberinya
hadiah: pakaian dan harta
yang besar.
Seorang a’rabi
menyaksikan pacuan
kuda, ketika seekor kuda
keluar sebagai pemenang,
dia maju ke depan
bersorak bersuka cita, dia
ditanya, “Apakah joki kuda
itu adalah saudaramu?”
Dia menjawab, “Bukan.”
Dia ditanya lagi, “Apakah
kuda yang menang itu
adalah kudamu?” Dia
menjawab, “Bukan.” Dia
ditanya, “Lalu mengapa
kamu bersorak bersuka
cita?” Dengan kalem dia
menjawab, “Karena tali
kekang kuda itu adalah
milikku.” Selesai.(Izzudin
Karimi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H

BELAJAR EKG MUDAH