MENCARI JODOH ( alsofwah.or.id )

Sebuah pepatah berkata,
banyak jalan menuju
Roma, banyak cara untuk
mendapatkan keinginan,
masing-masing orang
memiliki cara tersendiri
untuk mendapatkan apa
yang diharapkan, satu
cara gagal, cara lain
digunakan, dan terkadang
cara yang unik, tidak
biasa, rada aneh pun
digunakan pula.

Dalam urusan jodoh,
banyak cara dan taktik
dipakai dalam urusan
yang satu ini, melalui
makelar, biro jodoh,
pendekatan langsung
sampai lamaran langsung,
terserah sohib hajat. Tidak
jarang cara-cara tersebut
berakhir dengan
kegagalan, justru cara
yang tidak umum, yang
tidak disangka dan tidak
dinyana ternyata
membawa keberhasilan,
jodoh pun datang secara
tidak diduga.
Asy-Syarqi bin Fathami
berkata, Syan termasuk
orang cerdik di kalangan
bangsa Arab, dia berkata,
“Demi Allah, aku akan
berkeliling sampai aku
menemukan wanita yang
sepadan denganku untuk
aku nikahi.”
Dia berjalan dengan
berkendara, dia bertemu
dengan seorang laki-laki
yang berkendara,
kebetulan laki-laki ini pergi
ke desa yang sama
dengan Syan. Keduanya
sepakat berjalan bersama.
Di tengah perjalanan Syan
bertanya kepada laki-laki
itu, “Apakah kamu yang
membawaku atau aku
yang membawamu?”
Laki-laki itu menjtawab,
“Dasar bodoh, mana
mungkin pengendara
membawa pengendara?”
Keduanya terus berjalan,
keduanya melihat
tanaman yang hampir
dipanen. Syan bertanya
kepada kawan
perjalanannya ini,
“Menurutmu apakah
tanaman itu telah dimakan
atau belum?” Laki-laki itu
menjawab dengan kesal,
“Dasar bodoh, apakah
kamu tidak melihatnya
masih tegak dan belum
dipanen?”
Keduanya terus berjalan,
keduanya melewati
jenazah, Syan bertanya
kepada sohibnya ini,
“Apakah jenazah itu hidup
atau mati?” Laki-laki itu
menjawab dengan
kekesalan lebih, “Aku tidak
pernah menemukan
orang yang lebih bodoh
daripada dirimu, apakah
kamu melihat mereka
membawa orang hidup
ke kuburan?”
Laki-laki itu membawa
Syan singgah di
rumahnya. Kebetulan laki-
laki ini mempunyai
seorang putri yang
bernama Thabaqah. Maka
laki-laki itu menceritakan
ucapan Syan kepada
putrinya. Putrinya berkata,
“Ucapannya ‘Apakah
kamu yang membawaku
atau aku yang
membawamu’
maksudnya adalah kamu
yang berbicara ataukah
aku yang berbicara
sehingga kita sampai di
tempat tujuan. Adapun
ucapannya, ‘Menurutmu
apakah tanaman itu telah
dimakan atau belum’
maka maksudnya adalah
apakah pemiliknya telah
menjualnya lalu memakan
harganya atau belum.
Adapun ucapannya
tentang jenazah maka
maksudnya adalah apakah
dia meninggalkan anak
yang meneruskan
namanya atau tidak.”
Lalu laki-laki itu menemui
Syan dan menyampaikan
ucapan putrinya
kepadanya. “Inilah wanita
yang aku idam-idamkan.”
Kata Syan dalam hati,
tanpa pikir panjang Syan
melamarnya kepada
bapaknya dan diterima.
Setelah keduanya
menikah, Syan membawa
istrinya pulang ke
keluarganya. Ketika
mereka mengetahui
kepintaran dan kecerdikan
wanita tersebut mereka
berkata, “Syan bertemu
Thabaqah.” Selesai.
Abdul Malik bin Umair
menceritakan, bahwa
ketika Umar bin Hubairah
datang ke Kufah dia
mengundang sepuluh
orang pemuka Kufah
untuk berbincang-bincang
dengannya di waktu
malam.
Salah satu dari sepuluh
orang itu adalah Abdullah
bin Umair sendiri. Umar
bin Hubairah berkata,
“Hendaknya masing-
masing dari kalian bicara,
dimulai denganmu wahai
Abu Umar.” Aku berkata,
“Semoga Allah memberi
kebaikan kepada amir,
apakah pembicaraan yang
haq atau yang batil?” Amir
Ibnu Hubairah menjawab,
“Tentu saja pembicaraan
yang haq.”
Aku berbicara, Imri’il Qais
bersumpah tidak akan
menikah dengan seorang
wanita sehingga dia
bertanya kepadanya
tentang delapan, empat
dan dua. Lalu dia melamar
para wanita, dan jika dia
bertanya tentang delapan,
empat dan dua maka
semua wanita menjawab
empat belas.
Suatu kali dia berjalan di
tengah malam, dia
bertemu dengan seorang
laki-laki yang
menggendong seorang
bocah perempuan seperti
rembulan di malam
purnama. Imri’il terpesona
dengannya, spontan dia
bertanya bocah
perempuan dalam
gendongan bapaknya itu,
“Hai bocah apa itu
delapan, empat dan dua?”
Bocah itu menjawab,
“Kalau delapan, maka ia
adalah puting susu anjing,
kalau empat maka ia
adalah puting susu onta,
kalau dua maka ia adalah
payudara wanita.”
Imri’il Qais terpesona oleh
jawabannya, dia pun
melamar bocah kepada
bapaknya dan bapaknya
menerimanya. Bocah itu
meletakkan dua syarat
kepadanya: Pertama: Pada
malam pertama nanti dia
akan bertanya kepadanya
tiga pertanyaan. Imri’il
Qais menyanggupi.
Kedua: Memberinya
seratus onta, sepuluh
hamba sahaya, sepuluh
pelayan dan tiga kuda.”
Selesai.
(Izzudin Karimi)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H

BELAJAR EKG MUDAH