BUKAN DEMI PUJIAN (alsofwah.or.id)

Siapa yang tidak
suka dipuji? Siapa
yang tidak senang
disanjung? Siapa
yang tidak bangga
namanya disebut-
sebut? Siapa yang
tidak ingin dirinya
menjadi buah bibir?
Siapa yang tidak
mau wajahnya
dikenang? Siapa
yang tidak berharap
jasa baiknya dibalas
di dunia? Tidak ada
atau tepatnya jarang
ada. Benar, karena
hampir semua orang
menyukai dan
berharap hal itu.
Itulah bagian dari
hasrat diri dan
ambisi jiwa yang
selalu menyelubungi
setiap pelaku sebuah
perbuatan mulia dan
baik.
Namun semua
muslim menyadari
bahwa bagian
nikmat dari jiwa ini
justri bisa menjadi
bumerang yang
menikam
pelemparnya,
menjadi api yang
membakar upayanya
menjadi kapak yang
meruntuhkan
bangunan amal
baiknya dan menjadi
lubang yang
mengubur usahanya.
Ya, itulah riya` atau
sum’ah,
penghancur dan
pelebur sebuah
kebaikan yang
diikutinya dan
menjadikannya
seolah-olah debu
ditiup angin kencang
yang tiada
menyisakan apa pun.
Orang yang
mempunyai penyakit
ini memiliki
kecenderungan
untuk show,
memperlihatkan dan
memperdengarkan
apa yang dia
kerjakan, mencari
segala upaya dan
cara bagaimana
manusia melihat dan
mendengar sehingga
melahirkan pujian
dan sanjungan dari
bibir mereka atau
lebih dari itu
mendatangkan
manfaat materi
duniawi dan
mengangkat nama
dan mukanya di
depan wajah
mereka.
Sebaliknya, orang
yang sehat dari
penyakit ini
mempunyai
kecenderungan
sebaliknya,
menyembunyikan
dan menyamarkan
usaha baik dan jasa
mulianya, karena
“Sesungguhnya
kami memberi
makan kepadamu
hanyalah untuk
berharap ridha Allah,
kami tidak
menghendaki
balasan darimu dan
tidak pula ucapan
terima kasih.” (Al-
Insan: 9). Keadaan
orang seperti ini
adalah ibarat,
“Seorang laki-laki
yang bersedekah, dia
menyembunyikannya
sehingga tangan
kirinya tidak
mengetahui apa
yang disedekahkan
oleh tangan
kanannya.”
Diriwayatkan oleh al-
Bukhari.
Jika di zaman ini
Anda sulit
menemukan orang
yang kedua dan Anda
begitu mudah
melihat orang yang
pertama, maka di
masa lalu sebaliknya,
karena orang dulu
bukan orang
sekarang, zaman
dulu tidak sama
dengan zaman
sekarang.
Dalam salah satu
peperangan kaum
muslimin mengepung
sebuah benteng.
Benteng ini kokoh,
sulit untuk dibuka
dan ditaklukkan.
Panglima tentara
kaum muslimin,
Maslamah bin Abdul
Malik, melihat satu
cela yang darinya
kaum muslimin
mampu membuka
benteng dan
menaklukkannya, dia
berseru, "Siapa yang
bersedia menyusup
ke dalam benteng
melalui lorong
limbah. Jika dia
gugur, dia gugur
syahid dan meraih
Surga. Jika dia
selamat maka dia
membuka pintu
benteng lalu
bertakbir maka kita
akan menyerbu dan
menang insya Allah."
Seorang laki-laki
dengan wajah
tertutup kain
melangkah ke depan
dan berkata, "Aku
yang akan
melakukan." Laki-
laki itu menyusup,
sesaat kemudian
terdengar suara
takbir, pintu benteng
terbuka, kaum
muslimin
berhamburan
menyerbu dan
kemenangan
berpihak kepada
mereka.
Panglima
mengumumkan dan
memanggil laki-laki
yang masuk saluran
limbah itu agar dia
keluar, tetapi tak
seorang pun maju ke
depan. Di hari berikut
panglima memanggil
lagi tetapi tidak
seorang pun maju ke
depan. Di hari berikut
panglima memanggil
lagi tetapi tidak
seorang pun yang
muncul. Hari berikut
panglima kembali
memanggil, dia
bersumpah kepada
Allah agar laki-laki
itu menemuinya
kapan pun dia mau,
siang atau malam.
Manakala panglima
sedang duduk di
tendanya, tiba-tiba
seorang laki-laki
dengan wajah
tertutup kain
menemuinya.
Maslamah berkata,
"Kamukah orang
yang masuk saluran
limbah itu?" Laki-laki
itu menjawab, "Aku
utusannya, dia
meletakkan tiga
syarat atasmu
sehingga engkau
bisa bertemu
dengannya."
Panglima berkata,
"Katakan." Laki-laki
iti berkata, "Jangan
memberinya balasan
atas jasanya, jangan
membedakan dia
dengan tentara yang
lain dan jangan
laporkan namanya
kepada khalifah"
Panglima berkata,
"Apa yang dia minta
aku penuhi." Laki-
laki itu membuka
cadarnya dan
berkata, "Akulah
orang tersebut."
Setelah itu panglima
Maslamah berdoa,
"Ya Rabbi bangkitkan
aku bersama laki-
laki yang menyusup
ke saluran itu."
Ali bin Husain bin Ali
bin Abu Thalib yang
terkenal dengan
Zainul Abidin. Dia
memikul tepung ke
rumah-rumah fakir
miskin di Madinah di
kegelapan malam.
Manakala Ali bin
Husain wafat orang-
orang fakir miskin
kehilangan tepung
yang selama ini
mereka nikmati.
Ibnu Ishaq berkata,
"Ada beberapa orang
di Madinah bisa hidup
tanpa mengetahui
dari mana mereka
hidup. Manakala Ali
bin Husain
meninggal,
terhentilah suplai
makanan yang
datang kepada
mereka setiap
malamnya. Manakala
mereka
memandikannya
mereka melihat
bekas memanggul
tepung dan makanan
di punggungnya."
Begitulah Salafus
Shalih, diriwayatkan
Abdullah bin Mubarok
dari Mubarok bin
Fadholah dari al-
Hasan berkata, "Ada
seorang laki-laki ahli
al-Qur'an tetapi
orang-orang tidak
mengetahuinya. Ada
seorang laki-laki
yang ahli fikih tetapi
orang-orang tidak
mengenalnya. Ada
seorang laki-laki
yang shalat lama
sekali di rumahnya
sementara beberapa
orang
mengunjunginya dan
mereka tidak
menyadarinya.
Sungguh aku telah
bertemu dengan
suatu kaum di mana
mereka tidak
melakukan suatu
amal secara terang-
terangan selama ia
bisa dikerjakan
secara rahasia. Kaum
muslimin
bersungguh-sungguh
dalam berdoa tanpa
ada suara mereka
yang terdengar
kecuali bisikan
antara mereka
dengan Tuhan
mereka. Hal itu
karena Allah
berfirman,
'Berdoalah kepada
Tuhanmu dengan
berendah diri dan
suara yang lembut.’
Ya Allah jadikanlah
kami orang-orang
yang ikhlas dan
beruntung."
Sebelum itu
Rasulullah saw telah
bersabda,
“Beruntunglah
seorang hamba yang
memacu kudanya
berjihad di jalan
Allah, rambutnya
kusut dan kedua
kakinya berdebu,
jika dia ditugaskan di
pos penjagaan maka
dia berada di sana
dengan setia, jika dia
ditugaskan di garis
belakang maka dia
berada di sana
dengan setia. Jika
dia meminta izin
untuk menemui
penguasa maka dia
tidak diizinkan dan
jika dia bertindak
sebagai perantara
maka dia ditolak.”
Diriwayatkan oleh al-
Bukhari dari Abu
Hurairah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H

BELAJAR EKG MUDAH